Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

Salah satu penyakit kronis yang sedang merambati pengadaan barang/jasa adalah relasi mesra didasari suudzon mengantar pelakunya. Lamun berbicara prasetia antara pengguna dan penyedia. Ibarat ijab kabul kedua mempelai mengadakan ijab nikah dengan mintakat saling sangsi. Maka bisa dibayangkan famili yang hendak terjadi: D. Lha malah bicara duduk hehehe..

Salah satu yang selalu menjadi pokok “pertengkaran” didefinisikan sebagai dipersyaratkannya SKA dan SKT dalam tingkah laku konstruksi. SKA adalah Surat Keahlian Komitmen, dengan keyword “ahli”. Namun SKT adalah Sertifikat Spesialisasi Kerja menggunakan kata kunci “Terampil”. Masing-masing sebelah baik pengguna dan penyedia suudzon-nya sangat.

Penyedia menilai PPK mempersyaratkan SKA dan SKT sejajar salah satu cara untuk menyudahi paket bagi penyedia tertentu. Apesnya pokja yang terkena getahnya. Di dalam setiap putaran diskusi pada teman-teman penyedia selalu aja pokja yang dipersalahkan plus mempersyaratkan jasa pengurusan skt yang cenderung berlebihan. Sedangkan ini tanggungjawab PPK.

PPK juga sederajat perwakilan pengguna beralasan jika penyedia rutin hanya pinjam meminjam daya yang mengarungi SKA/SKT. Oleh karena itu jika mempersyaratkan personil yang ber-SKA/SKT yang minimal dengan berdampak saat pekerjaan.

CONTOH+SKA.jpg

Sekalipun dalam otentik dugaan-dugaan seperti ini benar memilikinya, namun pantas kita pahami bersama, tanda ini kudu kita perangi bersama. Keadaan ini tidak segar bagi mode pengadaan barang/jasa kita.

PPK sebagai penanggungjawab pelaksanaan telatah dalam menyutradarai spesifikasi pantas menetapkan kehendak kualitas serta kuantitas personil sesuai beserta kompleksitas telatah.

Pokja guna pelaksana penetapan, dimana di dalam dokumen pemilahan salah satu segi utamanya didefinisikan sebagai spesifikasi personil inti yang ditetapkan PPK, juga tetap melakukan kaji ulang. Dalam kaji ulang pokja pantas mengingatkan PPK agar di menetapkan kuantitas dan derajat personil pantas dengan kompleksitas pekerjaan.

Penyedia juga sebagai partner supremasi harus langsung mengupgrade kompetensinya. Dengan melakukan rekrutmen ataupun pembinaan derajat SDM yang dimiliki, agar dalam pelaksanaan pekerjaan bukan hanya mengejar profit namun, juga mengobarkan profesionalisme. Kepemilikan tenaga yang bersertifikat baik disisi spesialisasi dan/atau keterampilan adalah rupa profesionalisme penyedia.

Kembali mendapatkan pertanyaan terpesona batasan peringkat dan pembawaan personil prinsip yang mempunyai SKA dan/atau SKT pada satu Paket pekerjaan tata. Pada intinya adalah disesuaikan dengan kekusutan pekerjaan.

Dalam paket-paket yang bersifat standar dimana kepelikan pekerjaan cuma ditentukan sama nilai selagi unsur yang lain cateris paribus atau merayu sama/tetap. Aku dapat mengamati pada pengertian yang digunakan Permen PU 8/2011, mengenai Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Servis Konstruksi subsidi 3 Takat Usaha Pendidik Konstruksi, pada menentukan subkualifikasi berdasarkan wewenang penyedia pengatur konstruksi.

Atas sini siap dilihat lalu secara taraf dan pembawaan SKA/SKT tidak ada pembatasan. Tapi dari bingkai batas bagi nilai Paket dapat disimpulkan bahwa untuk kualifikasi tenggang kecil (K) dengan prestise paket tingkah laku s/d 2, 5 Milyar, standar minimalnya adalah Penanggungjawab Teknik 1 orang yang memiliki SKT. Untuk tingkatan disesuaikan dengan grade peringkat paket. SKA baru disyaratkan apabila tersedia pekerjaan elektrikal yang benar-benar memerlukan keahlian.

Sedangkan SKA non elektrikal baru dipersyaratkan untuk Paket dengan prestise diatas 2, 5 Milyar atau Paket usaha non kecil. Dan pemilik SKA harus tersekat dengan Pemilik badan jual beli. Dengan istilah lain direktur perusahaan tidak dapat menjadi usaha ahli sekalian untuk Paket usaha non kecil.

Demikian sekedar pemikiran, silakan didiskusikan lebih menyusup.